Sunday, April 8, 2007

PENCARIAN METODE FILOSOFIS(Jelajah Singkat Tentang Metode-Metode Filsafat)

PENGANTAR

Kata metode berasal dari kata methodos. Methodos berarti penelitian, hipotesa ilmiah dan uraian ilmiah. Maka dapat dikatakan bahwa metode adalah cara kerja yang sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang dipermasalahkan atau realitas yang dianalisa.

Metode, sejak awal, merupakan instrumen utama dalam proses dan perkembangan ilmu pengetahuan sejak dari awal suatu penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode yang benar dan sah akan menjamin kebenaran yang benar dan sah pula. Maka tidak mengherankan apabila setiap cabang ilmu pengetahuan mengembangkan metodologi yang sesuai dengan objek penelitiannya. Keharusan metodis adalah keniscayaan dalam pencapaian pengetahuan. Tapi metodologi bisa berbeda bagi setiap bidang ilmu pengetahuan[i].

METODE FILSAFAT

Metode dan Objek Filsafat. Dalam filsafat, metode dan objek formal filsafat tidak terpisahkan. Masing-masing aliran filsafat menentukan objek formalnya. Dengan demikian, aliran filsafat menentukan metode dan logikanya sendiri. Setiap aliran filsafat mempunyai kemandirian dalam bidang ilmiahnya. Kemandirian itu menyebabkan bahwa filsafat menjelaskan, mempertanggungjawabkan dan membela metode yang dipakainya.

Filsafat mengajukan claims of discovery of the correct method[ii]. Tapi di pihak lain sering kali ada perbedaan mendasar antara apa yang benar-benar dikerjakan seorang filsuf, dan tuntutan metodologisnya.

Pemakaian metode ilmiah umum. Meskipun filsafat mempunyai metodenya sendiri, dengan sendirinya filsafat memakai unsur-unsur metode umum. Setiap paham filsafat menerapkan unsur metodologi umum ini menurut caranya sendiri. Ada beberapa tekanan yang nampak dalam paham filsafat. Segi subjektif: rasionalisme, pragmatisme, fenomenologi, positivisme, empirisme. Segi objektif: realisme, idealisme, materialisme, monisme dan lainnya.

Metode-metode Filsafat. Dalam sejarah filsafat, banyak metode yang telah dikembangkan. Beberapa metode filsafat yang sempat tercatat dalam sejarah filsafat adalah sebagai berikut.

METODE REDUCTIO AD ABSURDUM

Metode ini dikembangkan oleh Zeno, salah seorang murid Parmenides. Zeno sering disebut sebagai Bapak Metafisika Barat yang pertama. Metode ini adalah metode yang ingin meraih kebenaran, dengan membuktikan kesalahan premis-premis lawan, yang caranya dengan mereduksi premis lawan menjadi kontradiksi sehingga kesimpulannya menjadi mustahil. Inilah reductio ad absurdum.

Zeno mengikuti argumentasi Parmenides tentang monisme realitas. Argumentasi Zeno ini dipakai untuk mempertahankan serangan dari ide pluralisme. Zeno mengatakan seandainya ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan B, berarti kita harus mengakui adanya titik-titik yang tak terbatas di antara A dan B. Jika titiknya tak terbatas, jarak tak terbatas antara A dan B tidak mungkin tercapai. Tapi jika ada orang yang bisa berjalan dari A ke B, itu berarti jarak A dan B dapat dilintasi. Jika A ke B bisa dilintasi berarti jarak A dan B terbatas. Jadi jika kita menarik hipotesis mula yang mengatakan bahwa ada banyak titik yang terdapat di antara titik A dan titik B adalah salah. Maka, pluralitas adalah absurd, mustahil dan tidak masuk akal.

Parmenides pernah mengatakan bahwa tidak ada ruang kosong, yang berarti bahwa yang ada tidak berada dalam ada yang lain karena yang ada pasti mengisi seluruh tempat. Zeno melengkapi argumentasi itu dengan pernyataan: jika ada ruang kosong, ruang kosong itu berada dalam ruang kosong yang lain dan ruang kosong yang lain itu berada dalam ruang kosong yang lain pula dan seterusnya sampai tak terbatas. Itu artinya akan ada senantiasa ruang dalam ruang. Oleh karena itu, jika dikatakan bahwa yang ada berada dalam ada yang lain, jelas bahwa pernyataan itu tidak benar. Yang benar adalah yang ada tidak berada dalam ada yang lain. Tegasnya, ruang kosong itu tidak mungkin berada dalam ruang kosong yang lain karena yang ada itu senantiasa mengisi seluruh tempat sehingga hipotesis yang mengatakan bahwa ruang kosong itu ada adalah suatu yang mustahil.

Zeno menambahkan jika ruang kosong itu tidak ada, berarti gerak tidak ada. Ini karena jika dikatakan bahwa gerak itu ada, berarti bahwa ruang kosong harus ada karena gerak dimungkinkan jika ada ruang kosong. Zeno membuktikan hal itu dengan empat contoh terkemuka: dikotomi paradoks, Akhiles - si pelari, Anak panah dan Benda yang bergerak bertentangan[iii].

Metode Zeno ini memberikan nilai abadi bagi filsafat karena tidak ada pernyataan yang melahirkan pertentangan yang dianggap benar. Hukum tidak ada pertentangan ini merupakan prinsip fundamental dalam logika. Metode Zeno ini berguna dalam orasi dan perdebatan yang rasional dan logis. Zeno adalah orang pertama yang juga menggunakan metode dialektik, dalam arti bahwa orang mencari kebenaran lewat perdebatan dan bersoal secara sistematis.

METODE MAIEUTIK DIALEKTIS KRITIS INDUKTIF

Metode Maieutik dikembangkan oleh Sokrates. Dalam sejarah filsafat Yunani, Sokrates adalah salah satu filsuf yang terkemuka. Hanya sayang, dia tidak pernah meninggalkan bukti otentik yang bisa dianggap sebagai karya asli Sokrates. Karya Sokrates didapatkan dari beberapa karya Plato dan Aristoteles. Tapi pemikiran Sokrates yang berhasil direkam hanya bisa dilihat dari karya Plato, terutama dalam dialog-dialog yang pertama, yang sering disebut dengan dialog Sokratik[iv].

Pemikiran Sokrates berpusat pada manusia. Refleksi filosofis Sokrates berangkat dari kehidupan sehari-hari. Jadi, menurut Sokrates melihat bahwa kehidupan sehari-hari sebagai kebenaran objektif. Sokrates dalam filsafatnya menolak subjektivisme dan relativisme aliran sofisme. Kebenaran objektif yang dicapai bukan sekedar didapatkan dari pengetahuan teoritis tapi justru dari kebajikan manusia. Filsafat Sokrates adalah upaya untuk mencapai kebajikan. Kebajikan harus nampak dan mengantar manusia kepada kebahagiaan sejati. Jadi, pengetahuan dan kebenaran objektif selalu menghasilkan tindakan yang benar secara objektif pula. Dan, disitulah kebahagiaan sejati dapat diraih.

Untuk mencapai objektivitas maka diperlukan metode yang sesuai. Sokrates percaya bahwa pengetahuan akan kebenaran objektif itu tersimpan dalam jiwa setiap orang sejak masa praeksistensinya. Oleh sebab itu, filsafat Sokrates tidsak mengajarkan kebenaran tapi hanya menolong orang mencapai kebenaran. Filsafat menolong manusia melahirkan kebenaran seperti layaknya ibu melahirkan bayinya. Maka, tugas filsafat adalah tugas untuk menjadi bidan yang menolong manusia melahirkan kebenaran. Metode itu disebut dengan metode teknik kebidanan (maieutika tekhne).

Metode kebidanan ini diperoleh dengan percakapan (konversasi). Sokrates selalu berfilsafat justru dalam percakapan. Lewat percakapan, Sokrates melihat ada kebenaran-kebenaran individual yang bersifat universal. Sampai taraf tertentu, percakapan ini akan menghasilkan persepsi induktif yang nantinya akan dikembangkan oleh filsuf yang lain.

Dalam dialog, Sokrates melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan argumentasi rasional dengan analisis yang jelas atas klasifikasi, keyakinan dan opini yang melahirkan kebenaran. Percakapan kritis ala Sokrates bisa membimbing manusia untuk bisa memilah dan menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

Metode percakapan kritis yang dilakukan Sokrates juga disebut dengan metode dialektis. Sementara yang lain, beranggapan bahwa metode dialektis bisa disebut dengan metode interogasi.

METODE DEDUKTIF SPEKULATIF TRANSENDENTAL

Metode ini dikembangkan oleh Plato, murid dari Sokrates. Plato meletakkan titik refleksi pemikiran filosofisnya pada bidang yang luas, yaitu ilmu pengetahuan. Dari sekian banyak cabang ilmu pengetahuan, Plato menitikberatkan perhatiannya pada ilmu eksakta. Dari titik refleksi filosofis ini lahirlah penalaran deduktif yang terlihat jelas melalui argumentasi-argumentasi deduktif yang sistematis[v].

Dasar seluruh filsafat Plato adalah ajaran ide. Ajaran ide Plato ini melihat bahwa idea adalah realitas yang sejati dibandingkan dengan dunia inderawi yang ditangkap oleh indera. Dunia idea adalah realitas yang tidak bisa dirasa, dilihat dan didengar. Idea adalah dunia objektif dan berada di luar pengalaman manusia. Pengetahuan adalah ingatan terhadap apa yang telah diketahui di dunia idea. Sistem pengetahuan Plato semacam ini bersifat transendental spekulatif.

METODE SILOGISME DEDUKTIF

Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan deduktif[vi]. Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus. Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara, deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi.

Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.

Sebenarnya, Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Logika dimanfaatkan untuk meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, yang dipakainya istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika.

Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh kesimpulan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah metode silogisme deduktif.

Silogisme adalah bentuk formal deduksi. Silogisme mempunyai tiga proposisi. Proposisi pertama dan kedua disebut premis. Proposisi ketiga disebut kesimpulan yang ditarik dari proposisi pertama dan kedua. Tiap proposisi mempunyai dua term. Maka, setiap silogisme mempunyai enam term. Karena setiap term dalam satu silogisme biasa disebut dua kali, maka dalam setiap silogisme hanya mempunyai tiga term. Apabila proposisi yang ketiga disebut kesimpulan, maka dalam proposisi yangketiga terdapat dua term dari ketiga term yang disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor. Predikat kesimpulan disebut term mayor. Term yang terdapat pada dua proposisi disebut term tengah.

Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.

METODE INTUITIF-KONTEMPLATIF MISTIS

Metode ini berkembang dengan ide Plotinos dengan ajaran Neo-Platonisme. Filsafat Plotinos adalah kulminasi dan sintesa definitif aneka ragam filsafat Yunani. Filsafat Plotinos mengambil ide dasar pemikiran Plato. Pemikiran Plato mengenai ide kebaikan sebagai ide yang tertinggi dalam dunia ide. Tetapi, tidak berarti pemikiran Plotinos tidak murni.

Ide kebaikan dalam ajaran Plotinos disebut sebagai to hen (yang esa/the one). Yang Esa meruapakan yang awal atau yang pertama, yang paling baik, yang paling tinggi dan yang kekal. Yang esa tidak dapat dikenali oleh manusia karena hal itu tidak dapat dibandingkan atau disamakan dengan apa pun juga. Yang Esa merupakan pusat daya dan pusat kekuatan. Seluruh realitas memancar keluar dari pusat itu. Proses pancaran dari To Hen disebut Emanasi. Meskipun melalui proses emanasi, eksistensi Yang Esa tidak berkurang atau berubah.

Pancaran pertama, menurut Plotinos, disebut nous. Nous disebut juga budi, roh, atau akal. Nous berada paling dekat dengan To Hen. Nous adalah gambaran atau bayangan To Hen. Setelah nous muncul apa yang disebut dengan psykhe atau jiwa. Psykhe terletak di perbatasan antara nous dan materi. Psykhe adalah penghubung antara roh dan materi. Jadi dapat dikatakan pula bahwa psykhe adalah penghubung dan penggabungan antara yang rohani dengan yang jasmani. Psykhe kemudian disusul oleh Me On atau materi/zat sebagai aliran lingkaran ketiga. Me On hanya merupakan potensi atau suatu kemungkinan bagi perwujudan suatu keberadaan dalam suatu bentuk. Psykhe bertemu dengan materi menghasilkan tubuh, yang pada hakikatnya berlawanan dengan nous dan To Hen.

Perlawanan dalam tubuh ini menghasilkan penyimpangan. Ini berarti penyimpangan terhadap kebenaran. Untuk kembali kepada kebenaran maka manusia harus kembali kepada To Hen dan menyatu dengannya. Inilah yang menjadi tujuan manusia. Jika dalam proses emanasi, manusia meninggalkan terang dan kebenaran mutlak masuk ke dalam kegelapan mutlak. Maka untuk mencapai kebenaran dan terang mutlak, manusia harus menempuh jalan kontemplasi. Kontemplasi merupakan jalan pembersihan untuk bersatu dengan kebenaran mutlak. Manusia harus berani berpikir sebaliknya, yaitu tidak memikirkan hal inderawi. Hal inderawi menjadi penghalang dalam proses pemersatuan manusia dengan To Hen. Kontemplasi adalah proses pembersihan jiwa manusia yang merupakan kondisi bagi kesatuan mistis dengan To Hen.

Filsafat Plotinos tidak berhenti pada ajaran. Tapi ajaran Plotinos mengarah pada suatu cara hidup. Ini berarti bahwa ajaran Plotinos tidak berhenti pada masalah benar tidaknya ajaran yang disampaikan tapi lebih dari itu, ajaran Plotinos harus mengarah pada suatu sikap hidup yang tidak terikat pada hal duniawi. Itulah sebabnya ajaran Plotinos sering disebut ajaran yang kontemplatif-mistis.

METODE SKOLASTIK: SINTETIS-DEDUKTIF

Filsafat Skolastik menemukan puncak kejayaannya waktu Thomas Aquinas menjadi filsuf pokoknya. Filsafat skolastik dikembangkan dalam sekolah-sekolah biara dan keuskupan. Para filsuf skolastik tidak memisahkan filsafat dari teologi kristiani. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat integral dalam ajaran teologi.

Gaya filsafat abad pertengahan adalah sintesa ajaran filsafat sebelumnya. Sistem skolastik mengarah pada jalan tengah ekstrem-ekstrem ajaran filsafat waktu itu. Sintesa filsafat skolastik terdiri dari ajaran neoplatonis, ajaran Agustinus, Boetius, Ibn Sina, Ibn Rushd dan Maimonides. Selain ajaran-ajaran di atas, aliran filsafat pokok yang dianut oleh filsuf skolastik, terutama Thomas Aquinas adalah filsafat Aristotelian. Filsafat Aristoteles memberikan perspektif baru mengenai manusia dan kosmos. Thomas Aquinas mendasarkan filsafatnya pada filsafat Aristotelian terutama dalam ajaran potentia dan actus.

Prinsip metode skolastik adalah sintesis-deduktif. Prinsip ini menekankan segi yang sebenarnya terdapat pada semua filsafat dan ilmu. Prinsip deduktif adalah prinsip awal dari filsafat skolastik. Bertitik tolak dari prinsip sederhana yang sangat umum diturunkan hubungan-hubungan yang lebih kompleks dan khusus. Di dunia barat sudah lama dikenal prinsip logika Aristoteles. Prinsip logika ini diintegrasikan dengan prinsip ajaran neoplatonis dan agustinian. Prinsip aristotelian mengenai nova logica mendapatkan koreksi dan tambahan pada ajaran neoplatonis. Metode-metode itu diinterpretasikan dengan cara dan gaya lebih baru yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas.

Thomas Aquinas pertama-tama mengolah filsafat Aristoteles. Thomas Aquinas mencoba mengkritisi ajaran aristotelian dengan prinsip ajaran tersebut. Thomas menambah problematika filsafat aristotelian. Demikian juga, Thomas memperlakukan filsafat Plato yang diwakili oleh pemikiran Agustinus[vii].

Pemikiran Thomas Aquinas selalu mengarah bahwa pemikiran filosofis ditetapkan oleh evidensi. Inilah sebabnya pemikiran Thomas tidak selalu bersifat kompilatif dan eklektisisme tapi mengarah pada otonomi pemikiran.

Thomas dalam epistemologinya menyebutkan bahwa semua pengertian manusia selalu melalui pencerapan. Ini berarti bahwa pada suatu saat pemikiran Thomas juga bersifat mengandalkan kenyataan inderawi. Landasan pemikiran Thomas selalu mengandaikan pengamatan inderawi yang bersifat pasti dan sederhana[viii]. Maka sering pula pemikiran Thomas bersifat reflektif-analitis. Pengamatan dan analisa fakta-fakta adalah dasar kuat bagi sintesa Thomas Aquinas.

METODE SKEPTISISME

Metode Skeptisisme ini dikembangkan oleh Rene Descartes. Dalam bidang matematika, Rene Descartes memadukan prinsip geometri dan aritmatika dengan menggunakan prinsip rumus aljabar yang kemudian dikenal dengan koordinat kartesian.

Awal filsafat Descartes adalah kebingungan. Filsafat begitu beragam dan dianggap Descartes sebagai ilmu yang simpang siur serta penuh dengan kontradiksi. Dalam kebingungannya, Descartes merasa harus berbuat lebih untuk penyempurnaan filsafat. Ia mencoba menyusun ilmu induk yang mengatasi seluruh ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah yang bersifat umum dan cocok digunakan dalam segala ilmu. Logika Aristoteles tidak bermanfaat karena lewat logika itu tidak tercapai pengetahuan yang baru. Descartes mencoba untuk melepaskan diri dari ajaran-ajaran tradisional agar ia bisa memperbaharui filsafat dan ilmu pengetahuan.

Descartes menulis dua buku monumental, yaitu Discourse on Method dan Meditations. Dalam dua buku itu, Descartes membentangkan prinsip-prinsip filsafatnya. Penjelasan Descartes dimulai dengan prinsip keraguan atau kesangsian kartesian. Sebuah pengetahuan baru adalah pengetahuan yang kebenarannya tidak dapat diragukan. Pengetahuan sejati dimulai dari kepastian. Titik tolak pengetahuan yang benar adalah titik pengetahuan yang tidak dapat diragukan atau disangsikan. Dasar pengetahuan adalah kepastian. Kepastian itu adalah kondisi tak bersyarat dan tidak tergantung dari hal yang dipelajari dan dialami karena segala sesuatu yang dipelajari dan dialami sewaktu-waktu dapat berubah. Perubahan menandakan ketidakpastian.

Kepastian hal yang benar-benar pasti dan ada dapat dicapai dengan meragukan dan menyangsikan segala sesuatu. Bila sesuatu itu bisa bertahan atas segala keraguan radikal maka sesuatu itu bisa disebut dengan kebenaran yang pasti. Inilah yang disebut dengan kebenaran filsafat yang pertama dan terutama.

Setelah meragukan segala sesuatu, Descartes menemukan ada satu hal yang tak dapat diragukan lagi, saya yang sedang menyangsikan semua hal, sedang berpikir, dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Maka muncullah istilah Je Pense, donc Je Suis. Descartes berpendapat manusia harus menjadi titik berangkat pemikiran yang rasional. Untuk mencapai kebenaran, rasio harus berperan semaksimal mungkin.

Maka dapat dikatakan pemikiran Descartes sangat bersifat rasional. Analisa konseptual diidentifikasikan lebih dahulu elemen-elemen sederhana. Analisa identifikasi tersebut disintesakan dengan suatu pemahaman struktur realitas dengan memahami hubungan yang perlu di dalam elemen-elemen tersebut yang harus berdiri satu terhadap yang lainnya. Pemanfaatan metode ini menghasilkan desakan ketidakpastian hingga ke batas yang paling akhir dengan membuat keterangan atau fakta yang menopang keyakinan-keyakinan yang telah diterima selama itu menjadi sasaran kritik yang paling tidak kenal kompromi dan menangguhkan setiap pendapat kendati tidak masuk akal tapi sedikit banyak mengandung suatu yang rasional meragukan.

METODE KRITIS-TRANSENDENTAL

Metode kritis transendental dikembangkan oleh Immanuel Kant. Filsafat Kant adalah titik tolak periode baru bagi filsafat barat. Ia mensintesakan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme. Di satu pihak, ia mempertahankan objektivitas, universalitas dan kepercayaan akan pengertian, dan di lain pihak ia menerima bahwa pengertian bertolak dari fenomena dan tidak dapat melebihi batas-batasnya. Filsafat Kant menekankan pengertian dan penilaian manusia, bukan dalam aspek psikologis melainkan sebagai analisa kritis. Objektivitas menyesuaikan diri dengan pengertian manusia.

Metode Kant menerima pengertian tertentu yang objektif. Analisa kritis Kant dapat dibedakan dari analisa psikologis yang empirik, analisa logis yang memperlihatkan unsur-unsur isi pengertian satu sama lain, analisa ontologis yang meneliti realitas menurut adanya dan analisa kriteriologis yang hanya menyelidiki relasi formal antara kegiatan subjek sejauh ia mengartikan dan menilai hal tertentu, dan objek sejauh itu merupakan fenomena yang ditanggapi.

Metode Kant berpangkal dari keraguan atas kemungkinan dan kompetensi metafisika. Kant meletakkan pengertian dalam dua bagian besar, yaitu pengertian analitis yang selalu apriori, pengertian sintetis yang bersifat korelatif dan inspiratif. Metode Kant juga berpangkal pada pertanyaan metodis mengenai dasar objektivitas pengertian. Dasar rasional objektivitas pengertian memakai dasar analisa transendental. I. Kant menganalisa manakah syarat-syarat minimal yang dengan mutlak harus dipenuhi dalam subjek, supaya memungkinkan objektivitas itu[ix]. Analisa itu disebut deduksi metafisis[x].

METODE IDEALISME-DIALEKTIS

Metode dialektis dikembangkan oleh George Wilhelm Friedrich Hegel. Hegel melawan ajaran filsafat Descartes dan Spinoza. Jalan pikiran Hegel untuk memahami kenyataan adalah mengikuti gerakan pikiran dan konsep. Struktur dalam pikiran adalah sama dengan proses genetis dalam kenyataan. Antara metode dan sistem atau teori tidak dapat dipisahkan. Dan keduanya adalah kenyataan. Dinamika pemikiran Hegel ini disebut dialektis. Dialektika diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu tesis, anti tesis dan sintesis[xi]. Seluruh karya Hegel memperlihatkan gerakan tiga langkah tersebut.

Langkah metodis Hegel dimulai dengan penegasan. Titik tolak Hegel mengambil salah satu pengertian atau konsep yang dianggap jelas. Pengertian dan konsep yang jelas adalah pengertian empiris inderawi. Pengertian tersebut bersifat spontan dan non-reflektif, abstrak, umum, statis dan konseptual. Tapi dalam proses pemikiran, pengertian tersebut mulai kehilangan ketegasannya dan mulai bersifat cair. Maka Hegel mulai pada langkah berikutnya yang biasa disebut pengingkaran.

Langkah pengingkaran adalah usaha mengingkari langkah pertama. Langkah perlawanan itu mencari bentuk alternatif yang bisa ditambahkan dalam pengertian yang dicapai dalam langkah pertama. Maka terjadi proses dialektika pikiran. Konsep atau pengertian yang muncul dalam langkah kedua itu diperlakukan menurut cara yang sama seperti langkah pertama. Setelah menemukan perlawanan konseptual yang berhubungan dengan pengertian pertama maka pengertian dan konsep itu bergerak dinamis.

Dinamika dalam langkah kedua tidak membawa pikiran kembali pada titik pertama. Langkah pertama telah memuat langkah kedua secara implisit (dalam perlawanannya). Jadi dua pengertian konseptual mulai dipikirkan bersama-sama, dan dengan demikian dua konsep itu saling mengisi, memperkaya, memperbaharui. Kedua konsep itu menjadi satu konsep yang lebih padat. Itulah yang disebut langkah sintesis.

Menurut Hegel, perlawanan adalah motor dialektika. Perlawanan adalah jalan atau tahap mutlak yang harus dialami dulu untuk mencapai kebenaran.

METODE EKSISTENSIAL

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan pemikiran konsep abstrak murni. Metode eksistensial berupaya untuk memahami manusia yang berada dalam dunia, yaitu manusia yang berada pada situasi yang khusus dan unik.

Metode eksistensial pertama diungkapkan oleh Kierkegaard. Pemikiran Kierkegaard merupakan reaksi yang terutama tertuju dan bereaksi pada rasionalisme idealis Hegel yang dianggapnya tidak berguna. Dalam filsafat, menurut pemikir eksistensialisme, yang paling penting adalah kebenaran subjektif. Tapi tentu saja tidak berarti setiap keyakinan subjektif adalah kebenaran. Kebenaran selalu bersifat personal dan tidak sekedar proposisional.

Menurut pemikiran eksistensial, kebenaran dicapai dengan partisipasi manusia dalam setiap realitas yang mau diselidiki. Kebenaran hanya dapat ditemukan dalam realitas yang konkret. Secara umum, metode eksistensial adalah kebalikan pemikiran filsafat tradisional. Pemikiran eksistensial selalu menempatkan subjektivitas di atas objektivitas dan nilai lebih perlu daripada fakta.

METODE FENOMENOLOGIS

Peletak dasar metode fenomenologis adalah Edmund Husserl. Salah satu pemikir fenomenologis terkenal adalah Martin Heidegger. Fenomenologi berinspirasi pada pembedaan yang dilakukan oleh Immanuel Kant antara noumenal dan phenomenal serta pengembangan kritis teori idealisme Hegel.

Husserl mau menentukan metode filosofis ilmiah yang lepas dari prasangka metafisis. Metode itu harus menjamin filsafat sebagai suatu sistem pengetahuan yang terjalin oleh alasan-alasan sedemikian rupa sehingga setiap langkah berdasarkan langkah sebelumnya secara niscaya.

Pengembangan metode fenomenologis mengarah pada pemusatan perhatian kepada fenomena tanpa praduga. Ungkapan terkenal proses tersebut adalah zu den sachen selbst (terarah kepada benda itu sendiri). Dalam keterarahan ke benda itu, sesungguhnya realitas itu dibiarkan untuk mengungkapkan hakikat dirinya sendiri.

Hakikat fenomena yang sesungguhnya berada di balik yang menampakkan diri. Pengamatan pertama belum tentu sanggup membuat fenomena itu mengungkapkan hakikat dirinya. Karena itu, diperlukan pengamatan kedua yang disebut sebagai pengamatan intuitif. Pengamatan intuitif ini melalui tiga tahap reduksi, yaitu reduksi fenomenologis, eidetis dan transendental[xii].

METODE ANALITIKA-BAHASA

Filsafat analitik adalah aliran filsafat yang berasal dari kelompok filsuf yang menyebut diri mereka sebagai Lingkaran Wina. Filsafat analitik menolak metafisika karena mereka berpendapat bahwa metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satu tokoh filsuf analitik adalah Ludwig Wittgenstein.

Metode yang digunakan para filsuf analitik berbeda satu dengan yang lain. Tapi yang jelas ada dua aliran besar dalam metode analitika yang berkembang sampai sekarang. Kedua metode itu adalah metode verifikasi dan klarifikasi.

Metode verifikasi dikembangkan oleh gerakan positivisme logis. Salah satu tokoh verifikasi adalah A. Y. Ayer (1910-1970). Ayer mencoba untuk mengeliminasi metafisika berdasarkan prinsip verifikasi. Prinsip verifikasi Ayer menyatakan bahwa pernyataan benar-benar penuh apabila pernyataan itu dapat diverifikasikan secara sintetik oleh satu atau lebih dari panca indera manusia[xiii]. Ayer membagi verifikasi dalam dua dasar, yaitu verifikasi kuat dan verifikasi lemah.

Metode klarifikasi bersumber pada prinsip-prinsip analisa yang dikembangkan oleh Ludwig Wittgenstein. Wittgenstein yakin bahwa kekacauan dalam filsafat bisa diatasi dengan analisis bahasa. Wittgenstein berpendapat bahwa kalau ada pertanyaan yang diajukan maka harus ada jawaban yang tersedia. Tapi tidak semua pertanyaan mempunyai makna. Agar tidak terjebak dalam persoalan filosofis yang tak bermakna maka harus ada peraturan-peraturan yang mendasar dalam bahasa yang terungkap dalam "permainan bahasa". Wittgenstein menyatakan bahwa manusia harus mendengar apa arti yang terkandung dalam suatu ungkapan bahasa. Maka manusia harus menganalisis bentuk hidup hingga dasar terdalam setiap permainan bahasa[xiv]. Makna ditentukan oleh kata yang digunakan dalam konteksnya. Lewat analisa bahasa, seseorang dapat membuat jelas arti bahasa sebagaimana yang dimaksudkan oleh yang menggunakan bahasa itu. Metode klarifikasi tidak memuat pengandaian filosofis, epistemologis atau metafisis. Analisis bahasa didasarkan semata-mata pada penelitian bahasa secara logis tanpa mendeduksikan sesuatu sehingga pada prinsipnya hanya membuat jelas apa yang dikatakan lewat suatu ungkapan bahasa.


[i] "...bahwa sesuatu metode dipilih mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi; kecenderungan untuk menempuh jalan sebaliknya sesungguhnya keliru. Catatan ini ditambahkan di sini khususnya karena adanya kecenderungan yang kuat untuk mengagungkan kuantifikasi terhadap berbagai gejala yang sesungguhnya sukar diukur. Lih. Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, "Beberapa Asas Metodologi Ilmiah", Metode-Metode Penelitian Masyarakat, redaktur, Koentjaraningrat (Jakarta: PT Gramedia, 1981), hal. 16-17.

[ii] Lih. Edwards (Ed.), The Encyclopedia of Philosophy, hal. 216-218

[iii] Zeno membagikan 4 cerita untuk bisa membatalkan argumentasi eksistensi gerak: pelari di stadion - di mana pelari itu sebetulnya tidak akan mungkin mencapai finis karena ketakterbatasan jarak yang ada, Akhiles yang berlomba dengan kura-kura - Akhiles mustahil mengalahkan kura-kura yang lamban tapi ia sudah berlari mendahului Akhiles. Kura-kura selalu bisa mencapai satu langkah di depan Akhiles dalam jarak yang tidak mungkin dikejar oleh Akhiles. Cerita tentang Anak Panah di mana anak panah itu sesungguhnya tidak bergerak tapi hanya diam. Kalaupun anak panah itu bergerak itu sebetulnya hanya gerak semunya saja. Cerita tiga deretan yang berjalan mau mengatakan bahwa deretan yang bergerak selalu bisa menutup ruang kosong sampai keadaan tak terbatas. Lih. Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta:Kanisius, hal.62-64.

[iv] Hanya saja kita sering tidak bisa membedakan secara jelas mana yang benar-benar karya Sokrates dengan karya dan pemikiran Plato. Plato begitu mengagumi Sokrates. Secara lengkap pembicaraan tentang karya Plato dan Sokrates bisa dilihat dalam buku Sejarah Filsafat Yunani, tulisan Kees Bertens, Yogyakarta:Kanisius, tahun 1999, hal. 94-128

[v] Dialog Plato terbagi dalam tiga periode: periode dialog awal, dialog pertengahan dan periode terakhir. Dari sekian periode yang ada, periode tengah adalah periode yang produktif. Hal ini disebabkan karena dialog pertengahan menghasilkan enam tema pokok, yaitu: teori ide, sifat cinta, metode dialektika, bentuk dan ide kebaikan, sifat jiwa dan masyarakat ideal. Periode tengah Plato disebut periode spekulasi Plato.

[vi] Metode penarikan kesimpulan menurut Aristoteles ini dijabarkan secara panjang lebar dalam ajaran Aristoteles tentang Logika.

[vii] Misalnya, partisipasi dalam pemikiran Plato yang dikembangkan oleh Agustinus dimasukkan dalam pola kausalitas, ide platonis dimasukkan dalam kerangka Tuhan.

[viii] Perubahan itu terjadi karena memang ada perubahan alami, ada keteraturan dalam kosmos, hidup itu berarti membangunkan diri, benda di sekitar manusia bersifat terbatas.

[ix] Kant akan membedakan batas minimal fenomena dalam bidang inderawi yang bersifat reseptif, bidang akal yang berisi bentuk formal fenomena dan bersifat universal, bidang aku transendental yang menyatukan subjek dan objek. Kesatuan subjek dan objek berujud penyatuan bentuk-bentuk dan postulata apriori.

[x] Kant juga menyebutnya dengan istilah deduksi transendental. Metode ini digunakan setelah mendapatkan syarat minimal objektivitas. Metode ini juga memuat hukum yang berlaku secara de facto dan de jure dalam fenomena yang diselidiki sehingga terjadilah pengertian dan penilaian yang sama.

[xi] Sebetulnya istilah tesis-anti tesis-sintesis berasal dari Fichte, Hegel sendiri tidak pernah mempergunakan istilah tersebut. Lih., Encyclopedia of Philosophy, hal. 2-387

[xii] Reduksi fenomenologis adalah reduksi yang menyaring pengalaman pengamatan pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Reduksi eidetis adalah reduksi yang berupaya untuk menemukan eidos atau hakikat yang tersembunyi. Oleh sebab itu, reduksi eidetis lebih ketat dibanding reduksi fenomenologis. Reduksi transendental adalah proses penyaringan semua hubungan antara fenomena yang diamati dan fenomena yang lainnya.

[xiii] Prinsip verifikasi Ayer nampak menyolok dalam bukunya yang berjudul Language, Truth dan Logic yang diterbitkan pada tahun 1946. Buku ini merupakan usaha sintesa Ayer atas pendirian positivisme logis lingkaran Wina dengan analisis linguistik Inggris.

[xiv] Lih. Wittgenstein, Ludwig., Philosophical Investigations

ANEKA RAGAM FILSAFAT(Jelajah Singkat Tentang Cabang-Cabang Filsafat)

Filsafat telah menjadi pergulatan intelektual manusia sampai sekarang. Dengan demikian, filsafat sebagai salah satu bentuk pengetahuan dapat dibedakan dengan bidang-bidang lainnya, seperti: agama, kesenian, teologi dan ilmu pengetahuan dalam arti yang ketat.

DUDUK PERMASALAHAN FILOSOFIS

Kata filsafat adalah kumpulan 2 kata Yunani, yaitu philein yang artinya mencintai dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Pada mulanya istilah filsafat mencakup setiap usaha penyelidikan yang membutuhkan tingkat rasionalitas tertentu. Bangsa Yunani melihat kebijaksanaan itu sebagai usaha rasional menjelaskan gejala alam[i].

Manusia menangkap gejala alam melalui panca inderanya. Setelah mengolahnya melalui inderanya, manusia mencoba mengenali gejala tersebut secara intelektual. Pengenalan intelektual manusia mencakup 2 bentuk pokok, yaitu bentuk rasional yang bekerja melalui konsep dan bentuk simbolik yang berujud pengenalan gambar atau simbol. Sifat pengenalan intelektual rasional lebih spekulatif dan abstrak. Sementara sifat pengenalan simbolik lebih figuratif dan konkret[ii].

TITIK TOLAK FILSAFAT

Ada keyakinan mendasar bahwa filsafat bertitik tolak pada pengalaman. Manusia yang berfilsafat berada dalam satu konteks pengalaman tertentu.

Untuk memberi makna kehidupan dalam filsafat, diandaikan bahwa manusia memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang apa yang akan menjadi bahan refleksinya. Filsafat selalu memulai dengan bentuk pengetahuan tertentu, dari suatu bidang pengalaman tertentu.

Dari sejarah filsafat sendiri, filsuf selalu mulai dengan apa yang dianggap sebagai pengetahuan, sistem ide, keyakinan dan hidup dalam tradisi masyarakat waktu itu.

Berbagai bentuk pengetahuan dan bidang pengalaman yang tersedia bagi refleksi filsafat, perlu dipilih, diseleksi dan dianalisa. Setelahnya, filsafat mengatur dan menginterpretasikan ide-ide, keyakinan serta nilai sehingga terbentuk suatu sistem pemikiran yang mampu memberi arah pada kehidupan manusia.

REFLEKSI FILSAFAT

Apa masalah mendasar filsafat ? Apa itu filsafat ? Filsafat adalah pengetahuan, salah satu bentuk pengetahuan yang berusaha sampai pada informasi, penjelasan yang valid, persis dan teratur. Bidang penyelidikan filsafat adalah semua realitas.

Aristoteles adalah filsuf pertama yang menerapkan penyelidikan radikal dan sistematika alam. Filsafat mempelajari sebab-sebab utama dari semua hal yang ada. Cicero menyatakan filsafat adalah studi mengenai akar-akar hal manusiawi dan hal-hal yang illahi. Descartes menegaskan bahwa filsafat mengajari orang untuk bernalar secara jernih dan tepat. Hegel memahami filsafat sebagai pengetahuan absolut. Dari sekian pendapat itu, hal tersebut memperlihatkan bahwa filsafat merefleksikan segala sesuatu. Ada dua alasan yang melatarbelakangi hal tersebut:

Pertama, realitas di sekitar kita selain bisa dipelajari secara ilmiah juga bisa dikaji pada taraf filosofis. Penyelidikan ilmiah menyentuh sisi kulit sebuah realitas, tapi pendekatan filosofis mencoba memahami akar masalah dalam sebuah realitas tertentu.

Kedua, sementara ilmu-ilmu hanya mempelajari satu dimensi realitas, filsafat mempunyai objek keseluruhan (universum realitas). Filsafat mempelajari realitas seluruhnya artinya berusaha memperoleh pemahaman lengkap dan tuntas mengenai tiap sektor dari realitas. Jadi filsafat sibuk untuk mengetahui, memahami, mengerti. Ilmu berusaha untuk menganalisa dan mengkalkulasi.

KODRAT FILSAFAT

Ada tiga ciri khas kualitas pengetahuan filsafat atau menunjuk bahwa suatu pengetahuan itu khas filosofis.

Satu, alat analisis filsafat adalah akal budi. Analisa filosofis dilakukan dengan penalaran murni. Fantasi dan kesan panca indera berguna dalam tahap awal mendapatkan pengenalan dunia real. Akal budi menerobosnya dan menjadi analisa rasional. Karya penyelidikan filsafat yang benar dilaksanakan dan diseleksi oleh akal budi. Akal budi menghindarkan tujuan praktis, kekacauan naluri tapi langsung berkecimpung dengan objek.

Dua, hakikat metode filsafat adalah rasional. Metode rasionalitas dalam filsafat bersifat multipleks, yaitu bermetode induktif atau deduktif.

Tiga, tujuan filsafat bukan bersifat praktis. Filsafat mencari kebenaran dan pengetahuan. Filsafat mempunyai tujuan teoritis secara murni atau kontemplatif. Filsafat itu bebas dalam arti tidak mau dijajah oleh pragmatisme dan ideologisme lainnya.

TAHAPAN DINAMIKA FILSAFAT

Proses pemikiran filosofis mengenal dua tahap yang saling berinteraksi. Kedua tahap tersebut terjadi bersamaan tapi dalam praktek dapat ditekankan yang satu atau yang lainnya.

Tahap analitis adalah tahapan filosofis untuk memperjelas atau mengkritisi metode dasar, aturan main, norma dari berbagai bidang teoritis, termasuk dalam ilmu pengetahuan. Filsafat analitis berkecimpung dengan kritik, penjelasan atau klarifikasi masalah dan definisi.

Tahap sintetis adalah tahapan filosofis yang menyatukan semua fase, tahap pengalaman manusia dalam suatu perspektif yang menyeluruh dan berarti. Dengan demikian, filsafat sintetis bermaksud merumuskan suatu pemahaman yang menyeluruh tentang kenyataan serta fase-fase pengalaman manusia.

MASALAH-MASALAH DASAR FILSAFAT

Dalam praksis filsafat, ada beberapa tema pokok dalam kehidupan yang dijadikan objek penyelidikan filsafat secara preferensial, yaitu: Logika, Epistemologi, Metafisika, Etika, Estetika.

LOGIKA: NALAR YANG TEPAT DAN LURUS

Istilah logika digunakan pertama kali oleh Zeno. Logika dapat berarti suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Tapi biasanya logika dilihat sebagai sebuah studi tentang struktur atau susunan pembahasan rasional. Logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyelidiki proses atau cara berpikir yang benar, yang sehat dan patokan mana yang mesti dipatuhi agar pernyataan yang diambil adalah sah.

Dalam logika ada empat hukum dasar logika. Empat hukum dasar logika itu disebut juga postulat-postulat universal semua penalaran[iii]. Keempat hukum dasar logika adalah: hukum identitas, hukum kontradiksi, hukum tiada jalan tengah dan hukum cukup alasan. Hukum identitas menyebutkan bahwa sesuatu adalah sama dengan dirinya sendiri. Hukum kontradiksi adalah hukum yang menyatakan bahwa sesuatu pada waktu yang sama tidak dapat sekaligus memiliki sifat tertentu dan juga tidak memiliki sifat tertentu itu. Hukum tiada jalan tengah menyatakan bahwa sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan ketiga. Hukum cukup alasan menjelaskan bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu harus berdasarkan alasan yang cukup memadai dan cukup dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.

EPISTEMOLOGI: DASAR-DASAR SEBUAH PENGETAHUAN

Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai bentuk pengenalan dasar pengetahuan, hakikat dan nilainya. Secara tradisional, yang menjadi pokok permasalahan dalam epistemologi adalah sumber, asal mula dan sifat dasar pengetahuan: bidang, batas dan jangkauan pengetahuan.

Pengetahuan adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjuk kepada apa yang diketahui oleh seseorang tentang sesuatu. Pengetahuan selalu mempunyai subjek: yang mengetahui. Tanpa ada yang mengetahui maka tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan juga mengandaikan objek. Tanpa objek atau hal yang diketahui juga harus dikatakan tidak mungkin ada pengetahuan. Pengetahuan berelasi dengan masalah kebenaran. Kebenaran adalah kesesuaian pengetahuan dengan objek pengetahuan. Masalahnya adalah kebenaran suatu objek pengetahuan tidak bisa serentak diperoleh dalam suatu waktu pengetahuan tertentu. Jarang sekali sebuah objek pengetahuan menampilkan kebenaran mutlak. Kebenaran dicari dalam tahapan pengetahuan yang disusun secara metodis, sistematis dan rasional. Ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan biasa atau pengetahuan pra ilmiah, pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filosofis[iv].

Sebuah pengetahuan pasti mempunyai sumber. Apakah sebenarnya yang menjadi sumber pengetahuan ? Beberapa filsuf menyebutkan bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi atau rasio. Akal budi memiliki fungsi penting dalam proses pengetahuan. Beberapa filsuf lainnya berpendapat bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman inderawi. Pengetahuan pada dasarnya bersandar dan bergantung pada panca indera serta pada pengalaman empirik inderawi. Pertentangan kutub ide rasionalitas dan empirisme ini didamaikan oleh Immanuel Kant yang menyatakan bahwa kendati seluruh ide dan konsep bersifat apriori, ide dan konsep tersebut hanya dapat diaplikasikan apabila ada pengalaman. Tanpa pengalaman, seluruh ide dan konsep tidak pernah dapat diaplikasikan.

Permasalahan lain dalam epistemologi adalah kepastian dan kebenaran sebuah pengetahuan. Kriteria apa yang dipakai untuk mengukur sebuah pengetahuan bisa disebut benar dan pasti ? Bagaimana sebuah pengetahuan bisa dikatakan sebagai pengetahuan yang sahih ? Dalam epistemologi ada beberapa teori kesahihan pengetahuan, yaitu teori koherensi, teori korespondensi, teori pragmatis, teori semantik dan teori logikal yang berlebihan[v].

METAFISIKA: ANTARA ESENSI DAN EKSISTENSI

Metafisika adalah satu cabang filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai penyebab adanya segala sesuatu sehingga hal tertentu menjadi ada. Metafisika bisa berarti upaya untuk mengkarakterisasi eksistensi atau realitas sebagai suatu keseluruhan. Istilah ini juga berarti sebagai usaha untuk menyelidiki alam yang berada di luar pengalaman atau menyelidiki apakah hakikat yang berada di balik realitas. Studi ini amat kompleks dan cenderung melampaui rasionalitas atau melampaui jangkauan akal budi.

Persoalan pertama yang harus dijawab metafisika adalah apakah realitas atau ada yang begitu beraneka ragam ? Mana yang lebih benar atas sebuah realitas atau bermacam-macam realitas ? Apakah eksistensi yang sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada itu merupakan realitas yang tampak atau tidak ? Ada tiga teori yang mencoba menjawab masalah itu, yaitu teori idealisme, materialisme dan dualisme[vi].

ETIKA: TINDAKAN BAIK DAN BURUK

Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak.

Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moran yang otonom.

Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara "etika deskriptif" dan "etika normatif". Etika deskriptif memberik gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan.

ESTETIKA: PENGALAMAN DAN PENGAMATAN SENI

Estetika merupakan ranting filsafat yang membicarakan tentang seni atau keindahan, bukan hanya sebagai karya seni belaka tetapi juga sebagai kegiatan seni.

Pengalaman akan keindahan merupakan objek dari estetika. Dalam estetika, manusia mencari hakikat keindahan, bentuk pengalaman keindahan, penyelidikan emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang mengharukan.

Estetika biasa dibagi dua, yaitu deskriptif dan normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala pengalaman keindahan. Estetika normatif mencari dasar pengalaman itu.

FILSAFAT SEBAGAI ILMU KRITIS

Filsafat sering dituduh sebagai sekularistik, ateis dan anarkis karena suka menelanjangi selubuh ideologis pelbagai kepentingan duniawi, termasuk yang tersembunyi dalam pakaian yang alim. Filsafat cenderung dan selalu diharapkan cenderung mempertanyakan apa saja secara kritis, seluruh realitas dipertanyakan. Pertanyaan kritis filsafat bukan sekedar hanya ingin menghancurkan tapi pertanyaan diajukan agar manusia dapat menanggapi realitas secara rasional dan bertanggung jawab. Filsafat dapat dipandang sebagai usaha manusia untuk menangani pertanyaan fundamental secara bertanggung jawab.

[i] Orang Yunani pertama yang menggunakan istilah philosophia adalah Pythagoras yang mengembangkan istilah philosophia dalam prinsip matematika yang dia buat. Lih. Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius: Yogyakarta.

[ii] Dua macam pengenalan ini kemudian tidak hanya terfokus pada gejala alam saja tapi mulai berpindah pada masalah makna kehidupan manusia dan dunia sekitarnya. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mendasar mengenai hakikat manusia, dunia, aspek kebenaran dan kehidupan manusia serta tujuan akhir manusia.

[iii] Postulata itu dapat juga disebut sebagai aksioma inferensi.

[iv] Pengetahuan pra ilmiah adalah pengetahuan yang didapat dari hasil pencerapan indera terhadap objek tertentu yang dijumpai dalam kehidupan. Pengetahuan ilmiah didapat dari sejumlam metode ilmiah yang menjamin kepastian kebenaran yang dicapai. Pengetahuan filosofis adalah pengetahuan yang diperoleh lewat pemikiran rasional yang didasarkan pada pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis dan pemikiran yang logis.

[v] Teori koherensi menyatakan bahwa suatu proposisi sahih jika proposisi itu memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga sahih. Teori korespondensi mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu sahih apabila proposisi bersesuaian dengan realitas yang menjadi objek pengetahuan itu. Teori pragmatis menegaskan bahwa pengetahuan itu sahih apabila proposisinya memiliki konsekuensi kegunaan. Teori semantik menyatakan bahwa pengetahuan itu sahih jika menekankan arti dan makna suatu proposisi. Teori logika berlebihan menunjukkan bahwa proposisi logis yang mempunyai term berbeda tetapi berisi informasi yang sama sekali tidak perlu dibuktikan lagi.

[vi] Idealisme mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berada di dunia ide. Inspirasi dasar teori ini adalah teori ide Plato. Segala sesuatu yang tampak dan mewujud nyata dalam alam inderawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia ide.

Materialisme menekankan bahwa ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Realitas yang sesungguhnya adalah alam kebendaan, dan segala sesuatu yang mengatasi alam kebendaan itu harus dikesampingkan.

Dualisme mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda dan tak dapat direduksikan kepada yang lainnya. Kedua tipe fundamental itu adalah material dan mental.

[vii] "...bahwa sesuatu metode dipilih mempertimbangkan kesesuaiannya dengan objek studi; kecenderungan untuk menempuh jalan sebaliknya sesungguhnya keliru. Catatan ini ditambahkan di sini khususnya karena adanya kecenderungan yang kuat untuk mengagungkan kuantifikasi terhadap berbagai gejala yang sesungguhnya sukar diukur. Lih. Fuad Hasan dan Koentjaraningrat, "Beberapa Asas Metodologi Ilmiah", Metode-Metode Penelitian Masyarakat, redaktur, Koentjaraningrat (Jakarta: PT Gramedia, 1981), hal. 16-17.

[viii] Lih. Edwards (Ed.), The Encyclopedia of Philosophy, hal. 216-218

[ix] Zeno membagikan 4 cerita untuk bisa membatalkan argumentasi eksistensi gerak: pelari di stadion - di mana pelari itu sebetulnya tidak akan mungkin mencapai finis karena ketakterbatasan jarak yang ada, Akhiles yang berlomba dengan kura-kura - Akhiles mustahil mengalahkan kura-kura yang lamban tapi ia sudah berlari mendahului Akhiles. Kura-kura selalu bisa mencapai satu langkah di depan Akhiles dalam jarak yang tidak mungkin dikejar oleh Akhiles. Cerita tentang Anak Panah di mana anak panah itu sesungguhnya tidak bergerak tapi hanya diam. Kalaupun anak panah itu bergerak itu sebetulnya hanya gerak semunya saja. Cerita tiga deretan yang berjalan mau mengatakan bahwa deretan yang bergerak selalu bisa menutup ruang kosong sampai keadaan tak terbatas. Lih. Bertens, Kees, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta:Kanisius, hal.62-64.

[x] Hanya saja kita sering tidak bisa membedakan secara jelas mana yang benar-benar karya Sokrates dengan karya dan pemikiran Plato. Plato begitu mengagumi Sokrates. Secara lengkap pembicaraan tentang karya Plato dan Sokrates bisa dilihat dalam buku Sejarah Filsafat Yunani, tulisan Kees Bertens, Yogyakarta:Kanisius, tahun 1999, hal. 94-128

[xi] Dialog Plato terbagi dalam tiga periode: periode dialog awal, dialog pertengahan dan periode terakhir. Dari sekian periode yang ada, periode tengah adalah periode yang produktif. Hal ini disebabkan karena dialog pertengahan menghasilkan enam tema pokok, yaitu: teori ide, sifat cinta, metode dialektika, bentuk dan ide kebaikan, sifat jiwa dan masyarakat ideal. Periode tengah Plato disebut periode spekulasi Plato.

[xii] Metode penarikan kesimpulan menurut Aristoteles ini dijabarkan secara panjang lebar dalam ajaran Aristoteles tentang Logika.

[xiii] Misalnya, partisipasi dalam pemikiran Plato yang dikembangkan oleh Agustinus dimasukkan dalam pola kausalitas, ide platonis dimasukkan dalam kerangka Tuhan.

[xiv] Perubahan itu terjadi karena memang ada perubahan alami, ada keteraturan dalam kosmos, hidup itu berarti membangunkan diri, benda di sekitar manusia bersifat terbatas.

[xv] Kant akan membedakan batas minimal fenomena dalam bidang inderawi yang bersifat reseptif, bidang akal yang berisi bentuk formal fenomena dan bersifat universal, bidang aku transendental yang menyatukan subjek dan objek. Kesatuan subjek dan objek berujud penyatuan bentuk-bentuk dan postulata apriori.

[xvi] Kant juga menyebutnya dengan istilah deduksi transendental. Metode ini digunakan setelah mendapatkan syarat minimal objektivitas. Metode ini juga memuat hukum yang berlaku secara de facto dan de jure dalam fenomena yang diselidiki sehingga terjadilah pengertian dan penilaian yang sama.

[xvii] Sebetulnya istilah tesis-anti tesis-sintesis berasal dari Fichte, Hegel sendiri tidak pernah mempergunakan istilah tersebut. Lih., Encyclopedia of Philosophy, hal. 2-387

[xviii] Reduksi fenomenologis adalah reduksi yang menyaring pengalaman pengamatan pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Reduksi eidetis adalah reduksi yang berupaya untuk menemukan eidos atau hakikat yang tersembunyi. Oleh sebab itu, reduksi eidetis lebih ketat dibanding reduksi fenomenologis. Reduksi transendental adalah proses penyaringan semua hubungan antara fenomena yang diamati dan fenomena yang lainnya.

[xix] Prinsip verifikasi Ayer nampak menyolok dalam bukunya yang berjudul Language, Truth dan Logic yang diterbitkan pada tahun 1946. Buku ini merupakan usaha sintesa Ayer atas pendirian positivisme logis lingkaran Wina dengan analisis linguistik Inggris.

[xx] Lih. Wittgenstein, Ludwig., Philosophical Investigations